Aku ingin merintih,
mengingat semua garisan terpatri perih. Membayangkan bunda tangisi lirih, jika
aku tak menemani lagi. Doa dan harapan,
tiupan bunda setiap malam, siapa yang ia tangisi?... aku atau dirinya sendiri?.
Bukan baik perilakuku, bukan bijak keputusanku, andai susah aku membuat,
pulangkan saja ke akhirat.
Mana nada petikan
gitar, nyanyian untuk pengantar kepergian. Aku takut ditinggalkan, lebih baik
pulang duluan.Ini pasir atau abu..
sama-sama membuat perih mataku, mungkin tahu hanya seloka, atau mungkin akar
celaka?... Andai lahir semudah mati, aku kan lahir seribu kali setelahnya.
Tidak menguras air mata bunda, tak butuh tangis sampai aku kembali ke tanah.
Buka mata mulai
bicara, tabur asa mengudarakan jiwa. Aku ini sih pemuda gila, sudah jatuh tak
kunjung jera. Tapi itulah petuah lama, mudah jatuh cinta patah hati hal biasa.
Ketika bening menjadi
pekat, dunia harus tahu ajal mendekat!... Berusaha menebus dosa karena melarat,
ternyata aku sama sampai di liang lahat.
Kita adalah pemeran
pendukung dalam kehidupan orang lain. Dan kita adalah pemeran utama di
kehidupan kita sendiri. Jadi jangan mau kalau memainkan peran kamu sebagai
pembantu orang lain terlalu dalam. Karena di dalam kehidupanmu, ada kamu, yang
punya peran sendiri.
Tidak ambilah 100
untukmu. Aku tidak perduli. Karena kau hanya gelas-gelas kaca pengisi
sementara. Bukan untuk selamanya.
Jangan lama berdiri di
sana, karena kau akan lebih melihat dirimu yang sempurna. Lalu menjatuhkanku..
yang tidak punya apa-apa.
Maaf karena aku lebih dulu
bercermin sebelum kau gunakan. Kuperhatikan diriku, ternyata kita jauh berbeda.
Dan kita lebih baik berpisah.
Mataku berkaca-kaca,
menatap layar ponsel kala itu. Tahukah kau, aku selalu menatap cermin pada saat
itu. Dan bertanya. "Apa salahku ?, kurangku ?, hingga kau retakkan
cerminku ?"
Kini aku telah gunakan
kaca spion untuk melihatmu. Meski aku pura-pura lihat ke depan, namun
sebenarnya aku masih sering memperhatikanmu.
Kapan
kau melepas kaca matamu ?. Buram, hanya bayang-bayangku untukmu. Kapan kau
pakai kaca matamu ?... terangkah ?, jelaskah sosokku di matamu ?. YAYAAYA tapi
baru nyataku yang jelas untukmu. Padahal ada yang lebih harus kau lihat dari
aku.
Kau mungkin dulu menyembuhkan. Lalu menghadiahkan dan kini semuanya terasa hambar... di saat aku tak sakit, tapi butuh engkau hadiahkan.
TERIMA KASIH...
Kau mungkin dulu menyembuhkan. Lalu menghadiahkan dan kini semuanya terasa hambar... di saat aku tak sakit, tapi butuh engkau hadiahkan.
TERIMA KASIH...
Hitam mengundang
kegundahan. Namun jingga seolah tak perduli dengan pengharapan. Di hadapan
darah api yang siap membinasakan, kusempatkan tuk jujurkan kegelisahan. Tapi
apakah gerangan ?... cerminku retak, kumbangku hilang berganti putus seperti
halangan.
Ketika berita
mengumbar cinta. Aku terpanah pada pandangan pertama. Tak sedikit pun hari
terbuka, tuk mulai saling memandang dan bertukar rasa. Asaku bertelaga pada
kerendahan, karena engkau telah kandas pada pelabuhan. Namun dapatkah aku
bertahan ?... Turunkan keegoan dan tatap tujuan awal aku datang.
Di saat cerita bumi
seolah tak berpihak, tataplah ke arah langit dan lihat betapa luasnya alam yang
berpenghuni makhluk dengan berbagai polemik kehidupan. Yang merasakan hal itu
bukan hanya kamu, tapi juga remaja lainnya. Rasa tidak diakui dalam pergaulan,
rasa minder, rasa malu dan sebagainya merupakan proses menuju kesejatian yang
tertanam untuk kehidupan yang lebih berkelas.
Seperti memegang
sebuah kerikil di tangan. Terlalu digenggam menyakiti, tak digenggam takut
kehilangan. Berada dalam kegamangan masa ringan dan berat masih perkiraan, tapi
tak kuasa bila mengingat masa neraca patuhi keringanan.
0 komentar:
Post a Comment
Aturan berkomentar :
1. Penggguna yang terdaftar
2. Gunakan bahasa yang santun dan sopan
3. Dilarang SPAM
4. Dilarang menaruh link aktif dan link porno
5. Jika ada suatu permasalahan lihat komentar lain atau bisa kirim via e-mail