Menurut
Ziauddin - Sardar revolusi informasi kini sedang dijajakan sebagai suatu
rahmat bagi umat manusia. Penjajaannya di televisi, suratkabar, dan
majalah yang mewah begitu agresif dan menarik.1 Namun Sardar
mempertanyakan apakah semua perkembangan informasi ini sungguh-sungguh
bisa melahirkan sebuah masyarakat yang lebih baik? Apakah melimpah
ruahnya teknologi informasi mengandung makna bahwa kita lebih mampu
mengendalikan masa depan?
Secara
paradoks, abad informasi adalah upaya untuk meningkatkan pengendalian
manusia atas kehidupan, tapi kenyataannya justru menghasilkan efek
terbalik. Bagi dunia Muslim, revolusi informasi menghadirkan
tantangan-tantangan khusus yang harus diatasi demi kelangsungan hidup
fisik maupun budaya umat. Menghadapi teknologi-teknologi informasi yang
baru itu ibarat melintasi sebuah padang ranjau. Kemajuan teknologi di
bidang komunikasi telah mengantarkan alat komunikasi massa dapat
menjalankan fungsinya secara baik. Tetapi di balik itu dalam menjalankan
fungsi tersebut sering terjadi pelanggaran terhadap nilai-nilai yang
ada.
Beberapa
tantangan yang dapat diidentifikasi pada era globalisasi dan informasi
bagi perkembangan dan pembangunan Komunikasi Islam di masa depan adalah
sebagai berikut:
Pertama,
keberadaan publikasi informasi merupakan sarana efektif dalam
penyebaran isu. Kekuatiran terhadap terjadinya Streotype dan subordinasi
komunitas tertentu menjadi masalah utama dalam era globalisasi
informasi ini. Hal ini disebabkan pada era ini terjadi intercultural
dan international communication (komunikasi internasional dan
antarbudaya). Komunikasi antar budaya diartikan sebagai komunikasi
antara manusia yang berbeda budayanya, sedang komunikasi internasional
merupakan proses komunikasi antar bangsa yang secara fisik dipisahkan
oleh batas-batas teritorial negara.2
Masalah
yang dihadapi dalam proses komunikasi seperti ini adalah timbulnya
sikap curiga terhadap ras, budaya dan negara lain. Setiap etnis atau
suku bangsa memiliki latar belakang, perspektif, pandangan hidup,
cita-cita dan bahasa yang berbeda, namun proses komunikasi informasi
pada era ini berpretensi menyeragamkan berbagai latar belakang di atas,
sehingga berpotensi menimbulkan ekses chaos dalam dinamika masyarakat.
Komunikasi Islam dihadapkan pada pertarungan ideologi dan pemikiran
untuk seterusnya mempengaruhi sekaligus membentuk public opinion tentang
Islam dan Umat Islam, dalam rangka mengcounter isu-isu negatif
informasi Barat tentang dunia Islam.
Kedua,
dalam banyak aspek keperkasaan Barat dalam dominasi dan imperialisme
informasi pada era ini menimbulkan sekularisme, kapitalisme, pragmatisme
dan sebagainya. Ini menjadi tantangan tersendiri bagi konsep bangunan
komunikasi Islam di masa depan untuk mengeleminir seluruh nilai-nilai
komunikasi informasi yang bertentangan dengan nilai luhur Islam.
Ketiga,
dari sisi pelaksanaan komunikasi informasi, ekspose persoalan-persoalan
seksualitas, peperangan dan tindakan kriminal lainnya mendatangkan efek
yang berbanding terbalik dengan tujuan komunikasi dan informasi itu
sendiri. Masyarakat dihadapkan pada berbagai informasi yang bertendensi
patologis sehingga perilaku masyarakat juga cenderung sebagaimana
dilihat, didengar dan disaksikannya. Amat disayangkan gencarnya terpaan
media massa dalam proses komunikasi memberi banyak masalah dalam
kehidupan Muslim. Di tambah lagi, tayangan-tayangan tertentu media massa
oleh sebagian ulama masih diperdebatkan soal halal dan haramnya.
Tantangan komunikasi Islam dalam konteks ini bagaimana menghadirkan isi
pesan komunikasi yang sekuen dengan fungsi komunikasi itu sendiri, yakni to
inform, to educate, dan to entertain. Kesemuan fungsi ini adalah untuk
mewujudkan kesamaan makna sehingga mendorong terciptanya perubahan sikap
atau tingkah laku masyarakat Muslim untuk kepentingan mencapai
keselamatan dunia dan akhirat.
Keempat,
lemah sumber daya modal maupun kualitas negara-negara Muslim memaksa
masyarakat Muslim mengimport teknologi komunikasi informasi dari dunia
Barat. Bersamaan dengan itu adopsi nilai tidak bisa dihindarkan. Hampir
semua negara-negara Muslim menggantungkan diri dari software maupun hardware
dari negara-negara Barat. Dalam sistem Barat menurut Hamid Mowlana
dalam Jurnal Media, Culture & Society, komunikasi informasi
dipandang sebagai komoditi, bukan moral atau etika. Ini mengakibatkan
Barat mengekspor ideologi sekuler yang menjadi inti terwujudnya the
information society dalam era the new global order.3
Tantangan komunikasi Islam pada era ini adalah mewujudkan komunikasi
yang berbasis moral dan etika untuk kesejahteraan umat manusia, bukan
hanya sebagai komoditi kekuasaan an sich.
Catatan
1 Ziauddin Sardar, op.cit., 13.
2 Gerhard
Maletzke, “International and Intercultural Communication”, dalam Heinz
Dietrich ischer and John C. Merill, International and Intercultural
Communication, (New York: Communication Arts Books, Hastings House
Publishers, 1978), hal. 409.
3 Hamid
Mowlana, “The New Global Order and Cultural Ecology”, dalam Media
Culture & Society, Volume 15 No. 1 (January 1993), hal. 10-11.
BIBLIOGRAFI
Amir, Mafri. Etika Komunikasi Massa dalam Pandangan Islam. Jakarta: Logos, 1999.
Fisher, B. Aubrey. Teori-teori Komunikasi. Bandung: Remadja Karya, 1986.
Maletzke, Gerhard. “International and Intercultural Communication”, dalam Heinz Dietrich Fischer and John C. Merill, International and Intercultural Communication. New York: Communication Arts Books, Hastings House Publishers, 1978.
Mowlana, Hamid. “The New Global Order and Cultural Ecology”, dalam Media Culture & Society, Volume 15 No. 1 January 1993.
Sardar, Ziauddin. Tantangan Dunia Islam Abad 21,
diterjemahkan dari judul aslinya “Information and the Muslim Wold: A
Strategy for the Twenty-first Century”, oleh A.E. Priyono dan Ilyas
Hasan. Bandung: Mizan, 1989.
Sophiaan, Ainur Rofiq. Tantangan Media Informasi Islam, Antara Profesionalisme dan Dominasi Zionis. Surabaya: Risalah Gusti, 1993